Lampung – LSM Trinusa Provinsi Lampung menyoroti dugaan korupsi dalam realisasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di tingkat SMA/SMK se-Provinsi Lampung tahun 2020, 2021, dan 2022. LSM Trinusa berencana melaporkan dugaan ini ke aparat penegak hukum, mengingat adanya indikasi penyimpangan yang merugikan dunia pendidikan.
Dugaan korupsi ini mencuat seiring dengan laporan sekolah yang tetap mencantumkan anggaran untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan selama pandemi COVID-19. Berdasarkan surat edaran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekolah diliburkan dan pembelajaran dilakukan secara daring. Namun, sejumlah sekolah tetap melaporkan penggunaan Dana BOS untuk kegiatan seperti ekstrakurikuler, asesmen pembelajaran, serta pembayaran langganan daya dan jasa.
Selain itu, terdapat dugaan mark-up gaji honor tenaga pendidik, di mana nominal yang dilaporkan lebih besar dibandingkan jumlah sebenarnya yang diterima oleh guru honorer. Praktik ini berpotensi menimbulkan kerugian negara dan melanggar prinsip transparansi dalam pengelolaan anggaran pendidikan.
LSM Trinusa menduga adanya pembiaran dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung terkait permasalahan ini. Hal tersebut disampaikan oleh Faqih Fakhrozi, selaku Sekjen LSM Trinusa Provinsi Lampung. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil langkah hukum guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Dana BOS.
Menanggapi hal ini, LSM Trinusa Provinsi Lampung juga merencanakan aksi unjuk rasa sebagai bentuk protes atas dugaan korupsi yang terjadi di sektor pendidikan.
Aparat penegak hukum (APH) serta Inspektorat Provinsi Lampung diminta untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan penyimpangan ini. Audit yang dilakukan diharapkan dapat mengungkap apakah benar terjadi praktik korupsi yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Jika terbukti bersalah, pihak-pihak yang terlibat dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Kasus ini menjadi perhatian serius karena korupsi di sektor pendidikan tidak hanya merugikan negara tetapi juga menghambat kualitas pendidikan bagi peserta didik. Masyarakat diharapkan turut mengawasi transparansi penggunaan dana pendidikan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.